makalah dasar aksiologi keilmuan
A. pengertian Aksiologi
Menurut
bahasa yunani, Aksiologi berasal dari perkataan “axios”(yunani) yang berarti
nilai, dan logos berarti teori (ilmu). Jadi aksiologi adalah teori tentang
nilai.
Atau menurut Sumantri (1985) mengartikan
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang di peroleh. Menurut john sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai
merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama,
yang di idamkan setiap insan.
Dengan demikian aksiologi, pembahasan
aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu secara transpara. Ilmu tidak
bebas nilai artinya pada tahab tahab tertentu kadang ilmu harusi di sesuaikan
dengan nilai-nilai budaya dan moral
suatu masyaraka: sehinggan nilai kegunaan ilmu tersebut dapat di rasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulakan bencana.
Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai
yang berkaitan denagn kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh, dasar
aksiologi ini merupakan suatu yang paling penting bagi manusia karena dengan
ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terbenuhi secara lebih
cepat dan lebih mudah.
Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas
bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang di maksud
adalah suatu sesuatu yang di miliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yangh di nilai. Teori
tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika
mengandung dua arti yaitu (1) kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia dan (2) merupakamn
suatu predikat yang di pakai untuk memebedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan
atau manusia manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan tentang pengalaman
keindahan [1]Yang
di miliki oleh manusia terehadap lingkungan dan fenomina di sekelilingnya.
Dengan demikian dapat dikemukan bahwa
aksiologi adalah ilmu yang membicarakan aspek kegunaan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan memiliki pranata dan etika keilmuan. Ilmu tiodak bebas nilai,
sehingga membutuhkan aturan, agar tidak terjadi di publikasikan keilmuan.
Duplikasi memang selalu ada dalam ilmu, yang penting adalah cara
menduplikasikan harus atas dasar aturan. Bila atiuran akademik di langgar oleh
ilmuan, akan menurunkan derajat ilmuan seseorang. Selanjutnya bagin yang
melanggar etika akademik akan dsemakin tersingkir dari peta keilmuan.
B. Pendekatan-pendekatan dalam aksiologi
Pendekatan pendekatan dalam aksiologi dapat di
jawab dengan tiga macam cara yaitu:
- Nilai sepenuhnya berhakikat subyektif. Di tinjau dari sudut pandang ini, nilai nilai merupakan reaksi-reaksi yang di berikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka.
- Nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi namun tidak terdapat ruang dan waktu.
- Nilai-nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
C. Hubungan aksiologi dengan filsafat ilmu
Kaitan antara aksiologi dengan filsafat ilmu
adalah nilai untuk bersifat subjektif, di katakan objektif jika nilai-nilai
tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu
gagasan bearada dalam objeknya, bukan
pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran
pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai
menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran
manusia menjadi tolak ukur penilaian
Dengan
demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang di miliki
akal budi manusia, seperti perasaan yang mengasah kepada suka atau tidak suka,
senang atau tidak senang bagaimana dengan objektivitas ilmu?sudah menjadi
ketentuan umum dan di terima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersufat
objektif. Salah satu faktor yang mebedakan antara pernyataan ilmiah dengan
anggapan namun ialah terletak pada objektifitasnya.
Seoaramg
ilmuan harus melihat melihat realitas
empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama, dan,
budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya
bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seseorang bekerja dia hanya
tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannyaberhasil
dengan baik. Nilai objetif hanya menjadi tujuan utamanya dia tidak mau terikat
pada nilai subjektif. [2]
D. Tanggung jawab ilmuan
Ilmu
adalah hasil karya perseorangan yang di komunikasikan dan di kaji secara
terbuka oleh masyarakat. penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi
dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Seorang ilmuan mempunyai tanggung
jawab sosial, karena fungsinya selaku ilmuan tidak berhenti pada penelahan dan
keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk
keilmuan sampai dan dapat di manfaatkan oleh masyarakat demi kemaslahatan
bersama.
Proses
ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang di manfaatkan oleh masyarakat tidak
terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuawan akan di hadapkan pada
kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa
pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuan tidak
berhenti pada penelaah dan ilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung
jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat di manfaatkan masyarakat. Ilmu
mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa
yang mudah di cerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuan adalah memberikan
perspektif yangt benar, untung dan rugi, baikndan buruknya sehiungga
penyelesaian yang objektif dapat di mungkinkan.
Dengan
kemampuan pengetahuannya seorang ilmuan haruis dapat mempengaruhi opini
masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogianya mereka sendiri.. hal ini
berbda dalam menghadapi masyarakat, ilmuan yang elitis dan esoterik, dia harus
berbicara dengan bahasa yang cerna oleh orang awam. Untuk itu ilmuan bukan saja
mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya namun juga integritas
kepribadiannya. Seorang ilmuan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa
berfikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuan tidak menoloka dan menerima
sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Di sinilah kelebihan
seoarng ilmuan di bandingan cara berfikir orang awam. Kelebihan seorang
keilmuan dalam berfikir secara teratur dan cermat. Inilah yang menyebabkan dia
mempunyai tanggung jawab sosial.
Di bidang
etika tanggung jawab sosial seorang ilmuan bukan lagi memberi informasi namun
memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat objektif,
terbuka, menerima, pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang di anggep
benar dan benrani mengakui kesalahan. Tugas seoarng ilmuan harus menjalankan
hasil penelitian nya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis
yang cepat.
Di
bidang etika, tanggung jawab seorang ilmuan, bukan lagi memberi informasi namun
harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka, menerima, kritik
menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang di anggap benar dan
kalau berani mengakui kesalahan. Berdasarkan sejarah tradisi islam ilmu
tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tetapi ia harus bergerak
pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya.
Dari
pembahasan di atas dapat di paparkan bahwa tanggung jawab ilmuan terhadap ilmu
pengetahuan tidak dapat di pandang enteng. Ilmuan yang sering ”menginjak-injak”
wilayah ilmu lain, seringkali di anggap hanya akan memperkeruh ilmu itu.
E. Ilmu, Pseudo ilmu, dan etika keilmuan
Ilmu adalah istilah yang berasal dari kata
yunani, yaitu scientia yang berarti ilmu, atau dalam kaidah bahasa arab berasal
dari bahasa berasal dari kata ilmu yang berarti pengetahuan. Ilmu atau sains
adalah pengkajian sejum;ah pertanyaan- pertanyaan yang terbukti dengan
fakta-fakta dan di tinjau yang di susun secara sistematis dan terbentuk menjadi
hukum-hukum umum. Ilmu akan di lahirkan kaidah-kaidah umum, dyang dapat di
terima semua pihak.
Keberadaan
ilmu timbul karena adanya penelitian-penelitian pada objek-objek yangt sifatnya
empiris. Berbeda halnya denga pseudo ilmu yang lahir atau timbul dari penelaan
objek-objek yang abstrak. Landasan dasar yang di pakai dalam pseudo imu adalah
kenyakinan atau kepercayaan. Hal semacam ini sering memunculkan pandangan
metafisika dalam filsafat ilmu. Perbedaan keduanya dapat kita ketahui dari
penampakan yang menjadi objek penelitian masing-masing bidang. Atau dengan kata
lain perbedaan tersebut ada pda sisi epistemologinya. Perbedaan juga dapat di
lihat dari aspek fungsinya.
Sebelumnnya
kita telah berbicara mengenai bagaimana perbedaan ilmu dan pseudo ilmu di lihat
dari karakter objek penelitiannya. Berikutnya kita akan membicarakan apa
sebenarnya fungsi dan kegunaan pengetahuan. Dalam aksiologi, ada dua penilaian
yang [3]umum
di gunakan yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas
secara kritis dan sidstematis masalah-masalah moral kajian etika lebih fokus
pada perilaku, norma dan adat istiadat
manusia. Etiak ,merupakan cabang filsafat tertua.seridaknya ia telah
menjadi pembahasan menarik sejak masa kotrates dan para kaum shopis.
Disitu di persoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan, dan
sebagianny. Etika sendiri ldalam buku etika dasar yang ditulis oleh
Magnis-Suseno (1985) diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran poandangan-pandangan moral. Isi dari
pandangan-pandangan ini sebagaimana telah di jelaskan di atas adalah
norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Brerbeda dengan norma
itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah larangan,
melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar tujuan dari etika adalah
agar ,manusia mengetahui dan mampu mempertangung jawabkan apa yang ia lakukan.
Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah
laku manusia menjadi sentral persoalan. Etika itu sejajar artinya dengan moral,
etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan. Etika ada;lah filsafat yang
memuat pebdapat, norm,dan istilah moral. Dalam bidang akademik, yang muncul
adalah etika akademik. Bahkan etika akademik ini sering dieksplisitkan secara
tertulis, yang mengikat komunitas tertentu. Maksudnya insan akademik yang
bertingkah laku sesuai etika, akan penuh dengan tanggung jawab, bauk tanggung
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan yang
pencipt. Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem
filsafat moral, yaitu heonisme, eudonisme, utiliterisme dan deontologi.
Hedonisme adalah pandang moral yang menyamakan baik menurut pandang moral
dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar
tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan
filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu di gunakan, kita dapat
memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal yaitu: (1) filsafat sebagai
kumpulan teori di gunakan memahami dan mereaksikan dunia pemikiran. Jika
seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendang menentang suatu sistem kebudayaan atau
sistem ekonomi atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori
filsafat ilmu: (2) filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang
kedua ini semua teori ajarannya di terima kebenarannya dan dilaksakan dalam
kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandang hidup gunanya ialah untuk petunjuk
dalam menjalani kehidupan, (3) filsafat sebagai metodologi dalam memecahlan
masalah.
Dalam
hidup ini kita menghadapi banyak masalah, yang perlu ditata menggunakan etika
dan estetika. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang
sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang di gunakan amat sederhana maka biasanya
masalah tidak terselesaikan secara tuntang, penyelesaian yang detail itu
biasanya dapat mengungkapkan semua masalah yang berkembang dalam kehidupan
manusia.
F. Teori nilai dalam ilmu pengetahuan
Nilai-nilai kehidupan menjadi wilayah garap
alsiologi, nilai akademik selalu membingkai perilaku keilmuan. Nilai akan
mengukur, apakah seorang melanggar etika akademik atau tidak. Menurut Haduat
maja, nikai adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar baik yang merupakan
sifat-sifat mapun sikap, prilaku perbuatan seseorang atau kelompok yang sangat
penting dan berguna bagi kehidupan manusi dan masyarakat tertentu baik berguna
untuk kehidupan lahir dan batin. Nilai kehidupan sering di wujudkan dalam
berbagai simbol dan ungkapan. Nilai semacam ini yang akan mengekang keinginan
seseorang.
Keinginatuhan
seseorang dalam bidang illm, jika tanpa nilai, akan berjalan tidak wajar.
Akibatnya banyak yang menerjang etika keilmuan. Rasa ingin tahunan manusia
ternyata menjadi titik-titik perjalanan manusia yang takkan pernah usai. Namun
rasa ingin tau itu perlu di imbangi denganetika tertentu. Etika adalah bangunan
nilaiyang di terapkan untuk mngukur perilaku manusia. Hal inilah yang kemudian melahirkan beragam penelitian dan
hipotesis awal manusia terhadap inti dari keanekaragaman realitas. Proses
berfilsafat adalah titik awal sejarah perkembang pemikiran manusia dimana
manusia berusaha untuk mengorek, merinci dan melakukan pembuktian yang tak
lepas dari kukungan kemudian di rumuskanlah sebuah teori pengetahuan di masa
pengetahuan menjadi terklafisikasi menjadiu beberapa bagian. Melalui pembedaan
inilah kemudian lahir sebuah konsep yang di namakan ilmu.
Ilmu selalu berkaitan dengan nilai dasar
keilmuan. Pengembangan ilmu terus di lakukan, tanpa meninggalkan nilai-nilai
akademik. Pemuasan dahaga manusia terhadap rasa keingintahuannya seolah tak
berujung dan menjebak manusia ke lembah kebebasan tanpa batas. Oleh sebab
itulah di butuhkan adannya pelurusan terhadap ilmu pengetahuan agar tidak
terjadi kenetralan tanpa batas dalam ilmu. Karena kenetralan ilmu pengetahuan
hanyalah sebatas metafisik keilmuan. Sedangkan penggunaanya di perlukan adanya
nilai moral. [4]
Hal ini
mendasar dari ilmu adalah metodenya. Ilmu dalam pengertian teori dapat saja
berubah-ubah, tetapi ada yang tidak berubah dari ilmu dan Bahm mengatakan bahwa
hal itu adalah metode. Yang menjadi pembahasan utama adalah apakah metode
ilmiah itu satu atau banya. Menurut Bahm metode ilmiah itu satu sekaligus
banyak. Alasannya mengatakan metode ilmiah itu satu karena metode ilmiah dapat
di terapkan pada semua objek material. Metode ilmiah itu banyak di pahami dalam
banyak jalan.
(1) tiap ilmu
memiliki metode terbaiknya yang cocok untuk memecahkan masalah-masalah yang di
hadapi
(2) setiap masalah
yang berbda membutuhkan metode yang khas
untuk memecahkannya;
(3) para ilmuwan dalam bidang yang sama tetapi di era
yang berbeda menggunakan metode yang berbeda karena perbedaan bangunan teoretik
dan hasil penemuan teknologi;
(4) dengan
kenyataan pembangunan saat ini, secara metodologis muncul pendekatan-pendekatan
multidisipliner untuk mengkaji masalah-masalah yang kompleks dan di butuhkan
metode yang interdisipliner;
(5) metode sendiri
memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda dengan metode yang lain dalam
tingkatannya.
Menurut BaHM, sikap ilmiah paling sekurang-kurangnya
memiliki enam karakteristik utama yaitu:
1. rasa ingin tau (curiosity). Rasa ingin tau ilmiah
berupaya mempertanyakan sebagaimana suatu itu eksis, apa hakikatnya,
sebagaimana sesuatu itu berfungsi, dan bagaimana hubungannya dengan hal-hal
lain.
2. speskulatif, yang di maksudkan spekulatif oleh Bahm
adalah keinginan untuk mencoba menyelesaikan masalah-masalah yang di hadapi.
Dia harus membuat beberapa upaya.
3. kesediaan untuk menjadi objektif. Objektivitas adalah salah satu hal dari sikap subjektivitas.
Objektivitas bukan saja berhubungan erat dengan ekstitensi subjek tetapi juga
berhubungan dengan kesediaan subjek untuk memperoleh dan memegang suatu sikap
objektif.
Nilai
keilmuan selalu di landasi objektivitas. Objektivitas merupakan nilai yang
selalu di persoalkan pada setiap temuan penelotian. Bahm menyatakan bahwa
kesediaan untuk menjadi objektif sebuah ilmu meliputi beberapa hal, yaitu:
- kesediaan untuk mengikuti rasa ingin tau ilmiah kemana saja rasa itu membimbing
Kesediaan ini mengisyaratkan ke Ingintahuaan
dan kepedulian tentang penyelidikan lebih lanjut yang di butuhkan demi
pengertian sampai tahap kebijaksanaan yang di mungkinkan.
- kesediaan untuk di tuntun oleh pengalaman dan rasio
Bahms menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
besar antara kaum empirisis yang ekstrem dan rasionalis yang ekstrem. Empiris
ekstrem memandang bahwa kita dapat memperolah pengetahuan hanya berdasarkan hal
particular,yaitu partikular yang dapat ditangkap indra mata dimana data
diintuisi.
- Kesediaan untuk mau menerimaPenerimaan terhadap data. Data adalah sesuatu yang sebagaimana adannya (given) dalam pengalaman ketika objek-objek diamati, diterima sebagai evidensi yang relavan bagi suatu masalah untuk dipecahkan.
- Kesediaan untuk diubah oleh objekKetika seorang ilmuwan menemukan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, di ubah menjadi tambahan pengetahuan barunnya. Penemuan – penemuan baru menjadikan konsep lama tentang dirinya sebagaimana hal-hal lain direvisi dan direkonsturksi.
- Kesediaan untuk melakukan kesalahanDalam pengertian baik untuk menrima kebenaran maupun untuk menyatakan kebenaran.[5]
- Kesediaan untuk bertahanTidak ada aturan yang menyatakan berapa lama seorang ilmuwan harus bertahan dalam pergulatan dengan masalah yang alot.
- Pikiran yang terbukaSikap ilmiah mengisyaratkan kesediaan untuk berpikiran terbuka. Hal itu termasuk kesediaan untuk membpertimbangkan segala hal yang relevan seperti hipotesis, metodologi, dan evidensi yang berhubungan dengan masalah.
- Kesediaan untuk menangguhkan keputusanKetika suatu msalah kelihatannya tidak terselesaikan suatu terpecahkan degan jawaban-jawaban penelitian yang dilakukan, maka kesediaan untuk menangguhkan keputusan adalah hal yang tepat.
- TentativitasArtinya sikap ilmiah membutuhkan kesediaan untuk tetap bersifat sementara dala menerima seluruh kesimpulan.[6]
[1] Endraswara
suwardi, filsafat ilmu,2014,yogyakarta,
caps(center of academic publishing service,hlm.141
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://zudi-pranat.blogspot.com/2014/01/filsafat-ilmu-aksiologi.html&ved=2ahUKEwjlrcrGrYXeAhWLXCs. 14
september 2018,14:11
[3] Endraswara suwardi, filsafat
ilmu,2014,yogyakarta, caps(center of academic publishing
service,hlm.142-147
[4] Endraswara suwardi, filsafat
ilmu,2014,yogyakarta, caps(center of academic publishing service),hlm.150
[5] Endraswara suwardi, filsafat
ilmu,2014,yogyakarta, caps(center of academic publishing service,hlm.156
[6] Endraswara suwardi, filsafat
ilmu,2014,yogyakarta, caps(center of academic publishing
service,hlm.1158-159
Komentar
Posting Komentar